Papua, Indonesia dan Amerika dengan Belanda
Buku karya Nicolaas Jouwe bertajuk : Kembali ke
Indonesia : Langkah, Pemikiran dan Keinginan ini berkisah tentang seorang pria
berusia 89 tahun, yang dulunya merupakan salah satu pendiri Organisasi Papua
Merdeka (OPM), yang telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Sisi menarik dari
buku ini, adalah pertemuan Jouwe dengan Kennedy pada 1962, yang kita tahu
Kennedy bersepakat dengan Bung Karno agar Belanda secepatnya melepas Papua
kembali ke tangan Indonesia.
Menurut pengakuan Jouwe,
pertemuan dengan Kennedy inilah yang kelak jadi salah satu pertimbangan mengapa
akhirnya memutuskan kembali bergabung dengan NKRI.
Yang mengesankan Jouwe adalah,
Kennedy bertanya apakah Jouwe tahu tentang sejarah Papua dan sudah berapa lama
Jouwe tahu Papua masuk dalam orbit koloni Belanda. Dan dengan lugunya Jouwe
menjawab, tidak tahu. Karena yang Jouwe tahu melalui sejarah yang dia pelajari
di sekolahnya, lebih banyak tentang sejarah Belanda, tentang geografinya
Belanda, berapa banyak sungainya dan gunung yang ada di Belanda. Tapi sejarah
Papua itu sendiri Jouwe mengaku terus terang kepada Kennedy tidak tahu.
Nicolaas Jouwe, mantan pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), |
Di sinilah aspek menarik dari
Kisah Jouwe ketika bertemu Presiden Kennedy. Kennedy justru yang memberitahu
Jouwe bahwa itulah politik kolonial Belanda. Mengapa sejarah Papua itu sendiri
tidak diberitahukan kepada masyarakat Papua? Karena Belanda tahu Papua itu
sangat kaya akan emas, perak dan tembaga.
“Belanda tidak mau orang dari
luar masuk ke situ. Belanda ingin menjaga agar orang dari luar tidak masuk ke
Papua untuk menguasai Papua,” begitu kata Kennedy kepada Jouwe.
Bahkan Kennedy juga mengatakan
bahwa Pemerintah Belanda mempropagandakan bahwa Pulau Papua penuh dengan
berbagai macam penyakit berbahaya seperti malaria dan lain-lain. Belanda bahkan
menakut-nakuti bahwa barangsiapa datang ke Papua pasti akan mengalami kematian.
Singkat cerita, Belanda lakukan propaganda macam itu agar orang tidak berani
berkunjung ke Papua.
Dari kisah tersebut tersirat
memang Kennedy sepenuhnya mendukung integrasi Papua kepada Indonesia. Dan
pertemuan Jouwe dengan Kennedy ketika itu, justru dalam rangka membujuk Jouwe
agar setuju Papua jadi bagian dari Indonesia.
Bisa dimengerti jika pertemuan
dengan Kennedy tersebut bersifat rahasia, karena Jouwe ketika itu dalam
kapasitas sebagai penasehat dan anggota Kerajaan Belanda dalam perundingan
Belanda dan Indonesia. Sehingga posisi resmi Jouwe justru berada di pihak
kepentingan pemerintah kolonial Belanda.
John F Kennedy (Presiden Amerika Serikat) dan Soekarno (Presiden Indonesia) |
Jika kita amati saat ini, tak
pelak merupakan ironi sejarah. Kennedy, Presiden Amerika justru berada satu
haluan dengan Bung Karno dan pemerintah Indonesia yang dalam periode 1960-1963
justru sedang gencar-gencarnya memperjuangkan kembalinya Papua ke tangan
Indonesia. Sedangkan Jouwe yang notabene putra Papua, malah mendukung Belanda,
dan setuju bujukan Belanda untuk mewacanakan Papua Merdeka sebagai kontra isu
terhadap perjuangan Indonesia merebut Papua atau Irian Barat.
Dalam buku tangan-tangan Amerika,
karya Hendrajit dan kawan-kawan, terungkap bahwa keputusan Kennedy menekan
Belanda agar melepas Papua, pada akhirnya memicu kemarahan para pengusaha
tambang di Amerika yang dikuasai oleh dinasti Rockefeller, karena lepasnya
Belanda dari Papua, telah mengacaukan semua rencana-rencana bisnis jangka
panjang pengusaha-pengusaha Tambang Amerika, Inggris dan Belanda yang sudah
disiapkan saat itu.
Sehingga Kennedy dan Bung Karno,
praktis sejak saat itu dinyatakan sebagai musuh bersama yang harus
disingkirkan. Ketika Kennedy tewas terbunuh di Dallas, Texas, pada 1963,
Presiden Lyndon B Johnson yang menggantikan Kennedy, menerapkan kebijakan luar
negeri yang lebih bermusuhan terhadap pemerintahan Bung Karno.
Penggalan kisah pertemuan dan
percakapan Nicolaas Jouwe bersama Kennedy, semakin memperkuat berbagai studi
sejarah sebelumnya yang menyatakan bahwa Kennedy memang sepenuhnya mendukung
lepasnya Papua dari Belanda, dan mengembalikannya kepada Indonesia.
New York Agreement (15 Agustus 1962) |
Terbukti bahwa pertemuan bersama
Kennedy tersebut dilangsungkan setelah Perjanjian Belanda dan Indonesia
ditandatangani di New York 15 Agustus 1962 mengenai Papua Barat. Sedangkan
pertemuan Jouwe dengan Kennedy berlangsung pada 16 September 1962.
Namun Jouwe sejak 1961, jadi
setahun sebelum bertemu Kennedy pada 1962, praktis sudah bermukim di Belanda.
Hanya karena dijanjikan jadi presiden Papua, Jouwe malah ikut merintis
terbentuknya OPM, seraya tetap menjadi Pejabat Negara Pemerintahan Belanda, dan
menjadi perutusan pemerintahan Kerajaan Belanda ke Amerika untuk menghadiri
sidang-sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa mewakili Pemerintahan Belanda.
Menurut pandangan Jouwe yang
tidak dipahami anak-anak Muda Papua sekarang, Papua sejatinya sudah masuk
Indonesia secara resmi melalui New York Agreement pada 15 Agustus 1962 di mana
dinyatakan bahwa Belanda harus serahkan West Papua kepada Indonesia.
Dengan demikian, niat baik Jouwe
untuk bertemu masyarakat Papua dan menjelaskan sejarah ini, patut kita beri
apresiasi yang setinggi-tingginya. Karena secara gamblang Jouwe mengatakan,
hanya melalui cara inilah penderitaan masyarakat Papua akibat hasutan kelompok
tertentu dapat segera diakhiri.
5 komentar:
PAPUA adalah bagian dari NKRI
Rakyat papua harus cerdas menilai dan mempelajari betul apa itu sejarah...sehingga tidak menelan mentah arti dari cerita sejarah oleh pihak yg tidak bertanggung jawab
Kisah Jouwe menunjukan beliau cinta kepada NKRI
Jouwe patut menjadi inspirasi anak anak papua untuk membangun papua lebih baik
Setuju...saya setuju
JOUEWE bisa menjadi inspirasi anak anak papua....
Posting Komentar