Jumat, 20 Januari 2017

Siapakah Pejuang Wanita Papua???
Herlina Kasim mungkin satu-satunya perempuan Indonesia di jaman modern yang paling berani dan bisa dijadikan “role model” bagi remaja-remaja jaman sekarang, terutama putri-putrinya. Bagaimana tidak ? Di tahun 1963-an Herlina yang waktu itu mungkin umurnya masih belasan, setara anak SMA jaman sekarang, sudah berani diterjunkan di hutan rimba dan rawa buas di Pulau Irian, dalam rangka merebut Irian Barat dari tangan Belanda (FYI, seluruh Indonesia sudah merdeka 17 Agustus 1945, diakui kemerdekaannya oleh dunia internasional Desember 1949, kecuali wilayah Irian Barat yang masih dikuasai Belanda sampai tahun 1962).


Herlina pun bergabung dengan pasukan RPKAD (Kopassus sekarang) bersama Letnan dr. Ben Mboy dan Letnan Benny Moerdhani. Dan Herlina Kasim adalah pasukan cewek pertama yang terjun di hutan belantara Irian Barat, mungkin dekat dengan kota Merauke sekarang.


Atas keberanian Herlina Kasim, sepulang Herlina ke Jakarta, Presiden RI Ir. Soekarno pun memberinya hadiah berupa emas yang berbentuk seperti “kendi kecil” yang disebut “pending” yang beratnya sekitar 1-2 kg (untuk jelasnya berapa berat pending emas tersebut, tanyalah pada ahlinya). Sejak itu, namanya menjadi “Herlina Kasim, si Pending Emas”
Herlina Kasim (wanita)
Beliau adalah salah satu pejuang perempuan yang terlibat langsung dalam operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) dalam Komando Mandala yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Operasi ini atas perintah langsung dari Presiden Pertama Indonesia Bapak Ir. Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di kota Yogyakarta yang isinya :

  1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda.
  2. Kibarkan sang Merah Putih di Irian Jaya tanah air Indonesia.
  3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum.

Trikora muncul karena adanya kekecewaan dari pihak Indonesia yang terus-terusan gagal dalam upaya diplomasi melalui beberapa perundingan dengan Negara Belanda untuk mengembalikan Irian Barat yang secara sepihak yang diklaim oleh Belanda bahwa itu adalah wilayahnya.

Ketika pada tahun 1961 Presiden Ir. Soekarno mengobarkan semangat Trikora, Herlina pada waktu itu berada di Maluku sebagai pendiri Mingguan Karya yang berkantor di Ternate, karena inilah hati dan jiwa Herlina merasa terpanggil dan mendaftar sebagai salah seorang sukarelawati di wilayah Kodam XIV Pattimura yang sekarang menjadi Kodam XVI/Pattimura.

Kodam Pattimura merupakan salah satu bagian dari Komando Mandala dan operasi Trikora, oleh karena itu Herlina pun diterjunkan untuk melakukan operasi infiltrasi dan operasi gerilya di rimba belantara Irian Barat bersama 20 orang sukarelawan.
Herlina Kasim (wanita di tengah)
Setelah beberapa kota penting di Irian Barat berhasil dikepung operasi-operasi infiltrasi termasuk dengan penerjunan Herlina, akhirnya sekutu-sekutu belanda mengetahui hal tersebut bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan “New York Agreement”. Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah Republik Indonesia. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi provinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya namun sekarang telah diubah lagi menjadi Papua.

Herlina dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 24 Februari 1941. Pendidikan SD di Malang (1953), SMP di Jakarta (1956), SMA di Jakarta (1959), Pendidikan Militer Korps Wanita Angkatan Darat (1963-1964), Pendidikan Atase Pers Departemen Luar Negeri. Riwayat pekerjaannya ialah sebagai Pegawai Departemen Pertanian di Jakarta (1955-1956), Anggota Militer Korps Wanita Angkatan Darat (1964), Pegawai Departemen Luar Negeri (1964), diperbantukan Departemen Luar Negeri untuk Operasi Khusus, Komandan Batalyon Sukarelawati Dwikora (1964). Bersama para pejuang Trikora, Herlina dianugerahi tanda jasa oleh Presiden Ir. Soekarno berupa Pending Emas, sebuah ikat pinggang dari emas murni seberat 500 gram plus uang Rp. 10 juta. Tetapi semua hadiah itu ditolaknya karena katanya “Saya berjuang untuk bangsa dan negara, bukan mencari hadiah.



Tidak ada komentar: